PENALARAN INDUKTIF


PENALARAN INDUKTIF

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu.
Penalaran dibagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Dalam artikel ini, kita akan membahas penalaran Induktif.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Untuk minggu ini saya akan mencoba membahas tentang penalaran Induktif.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.
Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.Di dalam penalaran induktif terdapat tiga bentuk penalaran induktif, yaitu generalisasi, analogi dan hubungan kausal.
    Jenis-jenis penalaran induktif antara lain :
1.    Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.
Contohnya :
•    Luna Maya adalah bintang sinetron, dan ia berparas cantik.
•    Nia Ramadhani adalah bintang sinetron, dan ia berparas cantik.
Generalisasi:
Semua bintang sinetron berparas cantik. Pernyataan “semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
Macam-macam generalisasi :
a.    Generalisasi sempurna
Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk
b.    Generalisasi tidak sempurna
Generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomenayang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon. Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna.
Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar. Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:
•    Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
•    Sampel harus bervariasi.
•    Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.
2.    Analogi
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Analogi mempunyai 4 fungsi,antara lain :
a.    Membandingkan beberapa orang yang memiliki sifat kesamaan.
b.    Meramalkan kesaman.
c.    Menyingkapkan kekeliruan.
d.    klasifikasi
Contoh analogi :
Demikian pula dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak berperasaan, ia akan sombong dan garang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia apabila diberi kepandaian dan kelebihan, bersikaplah seperti padi yang selalu merunduk.
3 . Hubungan Kausal
Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
Sebab- akibat.
a.    Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
b.    Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
c.    Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
Tambahan :
•    Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
•    Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.
Contoh:
Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas cantik
Pernyataan “semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
Macam-macam generalisasi
Generalisasi sempurna Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk
Generalisasi tidak sempurna Adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.
Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna
Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.
Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:
1.    Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
2.    Sampel harus bervariasi.
3.    Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.
Sumber :
https://thekicker96.wordpress.com/penalaran-induktif/
https://noviananuryan.wordpress.com/2013/05/31/penalaran-induktif-dan-penalaran-deduktif/

Penalaran Deduktif


Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahuluharus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakankata kunci untuk memahami suatu gejala.
    Hukum-hukum Silogisme
a.     Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:
1.    Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
2.    Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
3.    Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
4.    Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.
b.    Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.
1.    Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2.    Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
3.    Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
4.    Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.
    Bentuk Silogisme Menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.

Pembuktian melalui deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada kesimpulan-kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar.[1]
Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah
  • Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)
  • Sokrates adalah manusia. (premis minor)
  • Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)
Untuk pembahasan deduktif secara terinci seperti yang dipahami dalam filsafat, lihat Logika. Untuk pembahasan teknis tentang deduksi seperti yang dipahami dalam matematika, lihat logika matematika.
Penalaran deduktif seringkali dikontraskan dengan penalaran induktif, yang menggunakan sejumlah besar contoh partikulir lalu mengambil kesimpulan umum.

Latar belakang

Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.[2]
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.[3]
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

Sumber :
https://thekicker96.wordpress.com/penalaran-deduktif/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembuktian_melalui_deduksi

Model atom modern: Awan elektron



Model atom modern: Awan elektron
Kipas yang digambarkan di sini dalam keadaan dimatikan pada foto di sebelah kiri dan sedang berputar pada kecepatan tinggi di foto sebelah kanan. Dalam foto sebelah kanan kanan, baling-baling bergerak dengan cepat sehingga Anda tidak bisa melihat baling-baling satu persatu. Anda tidak bisa mengatakan di mana setiap baling yang diberikan pada saat tertentu.
Dalam beberapa hal, gerakan cepat dari baling-baling kipas agak mirip dengan elektron yang bergerak di sekitar inti atom. Seperti bilah kipas, elektron bergerak sangat cepat dan kita tidak pernah bisa tahu persis di mana mereka berada. Jika itu yang terjadi, bagaimana kita dapat mewakili elektron dalam model atom?
Dimana posisi Elektron?
Sampai sekitar tahun 1920, para ilmuwan menerima Model atom Niels Bohr. Dalam model ini, elektron yang bermuatan negatif mengelilingi inti positif pada jarak tetap dari inti, disebut tingkat energi. Anda dapat melihat model pada Gambar di bawah untuk sebuah atom dari unsur nitrogen. Model Bohr berguna untuk memahami sifat-sifat unsur dan interaksi kimia mereka. Namun, itu tidak menjelaskan perilaku elektron tertentu, kecuali untuk atom yang paling sederhana, atom hidrogen.
Dimana Kemungkinannya?
Pada pertengahan tahun 1920-an, seorang ilmuwan Austria bernama Erwin Schrödinger berpikir bahwa masalah dengan model Bohr ini telah membatasi elektron untuk orbit tertentu. Dia bertanya-tanya apakah elektron mungkin berperilaku seperti cahaya, para ilmuwan yang sudah tahu sifat materi yang memiliki sifat partikel dan sifat gelombang. Schrödinger berspekulasi bahwa elektron mungkin juga perjalanan seperti gelombang.


 






model atom bohr

Q: Bagaimana Anda menjabarkan lokasi elektron dalam bentuk gelombang?
A: Anda tidak dapat menentukan lokasi yang tepat dari sebuah elektron. Namun, Schrödinger menunjukkan bahwa Anda setidaknya dapat menentukan di mana sebuah elektron paling mungkin.









orbital atom


Schrödinger mengembangkan suatu persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung kemungkinan elektron berada di setiap tempat tertentu di sekitar inti. Berdasarkan perhitungannya, ia mengidentifikasi daerah di sekitar inti dimana elektron paling mungkin. Dia disebut daerah ini sebagai orbital. Seperti yang Anda lihat dalam gambar di atas, orbital dapat berbentuk seperti bola, lonceng, atau cincin. Dalam setiap kasus, inti atom berada pada pusat orbit.
Awan kabur
Hasil kerja Schrödinger tentang orbital adalah dasar dari model atom modern, yang para ilmuwan sebut model mekanik kuantum. Model modern ini juga biasa disebut model awan elektron. Itu karena setiap orbital sekitar inti atom menyerupai awan kabur sekitar inti, seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah untuk atom helium. Daerah terpadat awan adalah peluang terbesar kita menemukan elektron.


 






awan elektron
Q: Dalam gambar model dalam Gambar di atas, di mana dua elektron helium paling mungkin?
A: Dua elektron yang paling mungkin berada di dalam lingkup yang paling dekat dengan inti di mana awan nampak yang paling gelap.
Ringkasan
Model Atom Bohr, di mana elektron mengelilingi inti pada tingkat energi tetap, tidak bisa menjelaskan semua perilaku elektron. Pada tahun 1920, Erwin Schrödinger mengusulkan bahwa elektron berjalan dalam bentuk gelombang, yang berarti posisi yang tepat dari mereka tidak dapat ditentukan. Ia mengembangkan sebuah persamaan untuk menghitung kemungkinan elektron berada di setiap tempat tertentu. Menggunakan persamaan-nya, ia mengidentifikasi daerah di sekitar inti, disebut orbital, di mana elektron yang paling mungkin. Orbital merupakan dasar dari model awan elektron dari atom. Model ini masih diterima oleh para ilmuwan sampai hari ini.
Sumber :
http://fungsi.web.id/2016/04/model-atom-modern-awan-elektron.html